Friday, May 15, 2009

Kearifan Penjual Pukis

Perlahan tangan kekar itu menuangkan adonan kue ke loyang kue yang beruas-ruas. Setelah rata dan semua ruas terisi, sebelah tangan lainnya mengambil penutup loyang dan meletakan di atasnya rapat-rapat. Beberapa menit kemudian, ia kembali membuka penutupnya dan mulai mengangkat satu persatu kue yang sudah masak dengan pengungkit kecil, satu, dua, tiga dan seterusnya seraya memindahkan kue-kue itu ke tempat khusus yang sudah disediakan.

Di sebelah lelaki itu, seorang perempuan anggun bersanding. Lihai gerak tangannya bermain dengan sebilah capit, seperti sudah terlatih bertahun-tahun menggunakan alat tersebut. Tangan kirinya memegang plastik transparan ukuran setengah kilogram, dengan capit di tangan kanannya ia memasukkan serta menyusun kue-kue ukuran kecil itu. Terakhir, kedua tangannya melipat dan merekatkan ujung plastik dengan stepler. Tumpukan kue pukis yang sudah tersusun rapih itu tinggal menunggu berpindah tangan kepada para pembelinya.

Begitulah setiap sore hingga malam dua pasang tangan lihai bekerja, mulai dari membuat adonan kue, memasaknya, hingga menjualnya. Mereka terlihat akrab, bahkan mesra dalam kadar sewajarnya, sesekali tangan perempuan itu mengambil sehelai lap bersih untuk membasuh peluh di kening lelaki di sisinya. Kadang, si lelaki berganti menggoda makhluk manis di sebelahnya, sekadar untuk memelihara semangat berjualan di antara mereka berdua.

Setiap sore atau malam, sepulang kerja saya melewati sepasang suami isteri yang berjualan kue pukis itu. Ia menetap di sebuah rumah kontrakan kecil di tepi jalan Cinangka, Sawangan, Depok. Di depan kontrakannya itulah mereka menaruh harapan rezekinya, di meja berukuran 1 x 1,5 meter, dan sebuah kompor yang di atasnya terletak loyang kue pukis.

Suatu hari, saya membeli kuenya. Mereka sudah cukup hafal dengan motor yang saya tumpangi, juga cukup familiar dengan kalimat pertama yang terucap ketika saya membuka helm, “Assalaamu’alaikum…”

Ceria, ramah, dan penuh senyum. Itulah wajah keseharian keduanya setiap kali saya singgah.

Malam itu, “Tiga bungkus ya…” satu untuk di rumah, dua bungkus lagi untuk penjaga keamanan di komplek tempat tinggal saya. Saya sering merasa harus berterima kasih kepada banyak orang dalam menjalani kehidupan, tidak terkecuali para penjaga keamanan di komplek. Meski pun hanya sebatas makanan kecil yang kerap saya bawakan setiap kali melewati pintu gerbang.

Tiga bungkus kue di tangan, saya pun menyodorkan selembar uang duapuluh ribuan, sedangkan harga tiga bungkus kue itu sebesar sembilan ribu rupiah. Satu menit, dua menit, sampai lima menit, lelaki penjual kue itu mencari-cari uang seribu rupiah, sementara yang sepuluh ribunya sudah di tangannya. Saya melihat gelagat tak tersedia uang seribu rupiah itu, “Sudah pak, biar saja kembaliannya cukup sepuluh ribu saja.”

Sontak isterinya menjawab, “Wah, nggak bisa. Ini korupsi namanya. Kami tidak mau mengambil hak orang lain”.

“Lho, saya kan ikhlas…” tak mau kalah saya.

“Kalau begitu, terima ini….” Perempuan itu menyodorkan beberapa kue yang telah dimasukkannya ke dalam plastik, kira-kira pas untuk harga seribu rupiah.

Saya kembalikan kue itu, kemudian ia memaksa bahkan menjejalkan kue itu ke dalam helm saya. Lalu saya kembalikan lagi kuenya, “terima kasih, tapi saya ikhlas. Hanya seribu rupiah kok…”

“Benar ikhlas?” Saya mengangguk, ia pun menyerah seraya menengok kepada suaminya. Sang suami pun mengangguk.

***

Subhanallah. Seribu rupiah membuat seseorang begitu takut dianggap mengambil hak orang lain. Seribu rupiah begitu mengerikan di mata sepasang penjual kue pukis. Dan meski hanya seribu rupiah, tak mau ia mengambil sesuatu yang bukan haknya.

Allah telah memberi nasihat langsung melalui penjual kue pukis. Motor pun melaju tenang, namun tak terasa bulir air bening meleleh di sudut mata ini. Astaghfirullahal adziim…

Tuesday, April 21, 2009

Kita hanya singgah

Suatu hari seorang dosen sedang memberi kuliah tentang manajemen waktu pada para mahasiswa MBA. Dengan penuh semangat ia berdiri depan kelas dan berkata, "Okay, sekarang waktunya untuk quiz." Kemudian ia mengeluarkan sebuah ember kosong dan meletakkannya di meja. Kemudian ia mengisi ember tersebut dengan batu sebesar sekepalan tangan. Ia mengisi terus hingga tidak ada lagi batu yang cukup untuk dimasukkan ke dalam ember. Ia bertanya pada kelas, "Menurut kalian, apakah ember ini telah penuh?"


Semua mahasiswa serentak berkata, "Ya!"

Dosen bertanya kembali, "Sungguhkah demikian?" Kemudian,dari dalam meja ia mengeluarkan sekantung kerikil kecil. Ia menuangkan kerikil-kerikil itu ke dalam ember lalu mengocok-ngocok ember itu sehingga kerikil-kerikil itu turun ke bawah mengisi celah-celah kosong di antara batu-batu. Kemudian, sekali lagi ia bertanya pada kelas, "Nah, apakah sekarang ember ini sudah penuh?"

Kali ini para mahasiswa terdiam. Seseorang menjawab,"Mungkin tidak."

"Bagus sekali," sahut dosen. Kemudian ia mengeluarkan sekantung pasir dan menuangkannya ke dalam ember. Pasir itu berjatuhan mengisi celah-celah kosong antara batu dan kerikil. Sekali lagi, ia bertanya pada kelas, "Baiklah, apakah sekarang ember ini sudah penuh?"

"Belum!" sahut seluruh kelas.

Sekali lagi ia berkata, "Bagus. Bagus sekali." Kemudian ia meraih sebotol air dan mulai menuangkan airnya ke dalam ember sampai ke bibir ember. Lalu ia menoleh ke kelas dan bertanya, "Tahukah kalian apa maksud illustrasi ini?"

Seorang mahasiswa dengan semangat mengacungkan jari dan berkata, "Maksudnya adalah, tak peduli seberapa padat jadwal kita, bila kita mau berusaha sekuat tenaga maka pasti kita bisa mengerjakannya."

"Oh, bukan," sahut dosen, "Bukan itu maksudnya. Kenyataan dari illustrasi mengajarkan pada kita bahwa: bila anda tidak memasukkan "batu besar" terlebih dahulu, maka anda tidak akan bisa memasukkan semuanya."

Apa yang dimaksud dengan "batu besar" dalam hidup anda? Anak-anak anda; Pasangan anda; Pendidikan anda; Hal-hal yang penting dalam hidup anda; Mengajarkan sesuatu pada orang lain; Melakukan pekerjaan yang kau cintai; Waktu untuk diri sendiri; Kesehatan anda; Teman anda; atau semua yang berharga.

Ingatlah untuk selalu memasukkan "Batu Besar" pertama kali atau anda akan kehilangan semuanya. Bila anda mengisinya dengan hal-hal kecil (semacam kerikil dan pasir) maka hidup anda akan penuh dengan hal-hal kecil yang merisaukan dan ini semestinya tidak perlu. Karena dengan demikian anda tidak akan pernah memiliki waktu yang sesungguhnya anda perlukan untuk hal-hal besar dan penting.

Oleh karena itu, setiap pagi atau malam, ketika akan merenungkan cerita pendek ini, tanyalah pada diri anda sendiri: "Apakah "Batu Besar" dalam hidup saya?" Lalu kerjakan itu pertama kali."

Thursday, April 9, 2009

Sebelum Mengeluh

Hari ini sebelum kamu mengatakan kata-kata yang tidak baik,
Pikirkan tentang seseorang yang tidak dapat berbicara sama sekali.

Sebelum kamu mengeluh tentang rasa dari makananmu,
Pikirkan tentang seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.

Sebelum kamu mengeluh tidak punya apa-apa,
Pikirkan tentang seseorang yang meminta-minta dijalanan.

Sebelum kamu mengeluh bahwa nasib kamu buruk,
Pikirkan tentang seseorang yang berada pada tingkat yang terburuk didalam hidupnya.

Sebelum kamu mengeluh tentang suami atau istri anda,
Pikirkan tentang seseorang yang terus memohon kepada Allah SWT untuk diberikan pendamping hidup.

Hari ini sebelum kamu mengeluh tentang hidupmu,
Pikirkan tentang seseorang yang meninggal terlalu cepat

Sebelum kamu mengeluh tentang anak-anakmu,
Pikirkan tentang seseorang yang sangat ingin mempunyai anak tetapi dirinya mandul

Sebelum kamu mengeluh tentang rumahmu yang kotor karena pembantumu tidak mengerjakan tugasnya,
Pikirkan tentang orang-orang yang tinggal dijalanan.

Sebelum kamu mengeluh tentang jauhnya kamu telah menyetir,
Pikirkan tentang seseorang yang menempuh jarak yang sama dengan berjalan

Dan disaat kamu lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu,
Pikirkan tentang pengangguran, orang-orang cacat yang berharap mereka mempunyai pekerjaan seperti anda.

Sebelum kamu menunjukkan jari dan menyalahkan orang lain,
Ingatlah bahwa tidak ada seorangpun yang tidak berdosa.

Dan ketika kamu sedang bersedih dan hidupmu dalam kesusahan,
Tersenyum dan bersyukurlah kepada Allah SWT bahwa kamu masih hidup

Life is a gift.
Live it…
Enjoy it…
Celebrate it… And fulfill it.

Note :
Cintai orang lain dengan perkataan dan perbuatanmu.

Cinta diciptakan tidak untuk disimpan atau disembunyikan.

Anda tidak mencintai seseorang karena dia cantik atau tampan, Mereka cantik/tampan karena anda mencintainya.

It’s true you don’t know what you’ve got until it’s gone, but it’s also true You don’t know what you’ve been missing until it arrives!!!

Sunday, April 5, 2009

Sang Juara

Suatu ketika, ada seorang anak yang sedang mengikuti sebuah lomba mobil balap mainan. Suasana sungguh meriah siang itu, sebab, ini adalah babak final. Hanya tersisa 4 orang sekarang dan mereka memamerkan setiap mobil mainan yang dimiliki. Semuanya buatan sendiri, sebab, memang begitulah peraturannya.
Ada seorang anak bernama Mark. Mobilnya tak istimewa, namun ia termasuk dalam 4 anak yang masuk final. Dibanding semua lawannya, mobil Mark lah yang paling tak sempurna. Beberapa anak menyangsikan kekuatan mobil itu untuk berpacu melawan mobil lainnya.

Yah, memang, mobil itu tak begitu menarik. Dengan kayu yang sederhana dan sedikit lampu kedip diatasnya, tentu tak sebanding dengan hiasan mewah yang dimiliki mobil mainan lainnya. Namun, Mark bangga dengan itu semua, sebab,mobil itu buatan tangannya sendiri.

Tibalah saat yang dinantikan. Final kejuaraan mobil balap mainan. Setiap anak mulai bersiap di garis start, untuk mendorong mobil mereka kencang-kencang. Di setiap jalur lintasan, telah siap 4 mobil, dengan 4 "pembalap" kecilnya.Lintasan itu berbentuk lingkaran dengan 4 jalur terpisah diantaranya.

Namun, sesaat kemudian, Mark meminta waktu sebentar sebelum lomba dimulai. Ia tampak berkomat-kamit seperti sedang berdoa. Matanya terpejam, dengan tangan yang bertangkup memanjatkan doa. Lalu, semenit kemudian, ia berkata, "Ya, aku siap!".

Dor. Tanda telah dimulai. Dengan satu hentakan kuat, mereka mulai mendorong mobilnya kuat-kuat. Semua mobil itu pun meluncur dengan cepat. Setiap orang bersorak-sorai, bersemangat, menjagokan mobilnya masing-masing. "Ayo..ayo...cepat..cepat, maju..maju", begitu teriak mereka. Ahha...sang pemenang harus ditentukan, tali lintasan finish pun telah terlambai. Dan, Mark lah pemenangnya. Ya, semuanya senang, begitu juga Mark. Ia berucap, dan berkomat-kamit lagi dalam hati. "Terima kasih."

Saat pembagian piala tiba. Mark maju ke depan dengan bangga. Sebelum piala itu diserahkan, ketua panitia bertanya. "Hai jagoan, kamu pasti tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang, bukan?". Mark terdiam. "Bukan, Pak, bukan itu yang aku panjatkan" kata Mark.

Ia lalu melanjutkan, "Sepertinya, tak adil untuk meminta pada Tuhan untuk menolongmu mengalahkan orang lain. "Aku, hanya bermohon pada Tuhan, supaya aku tak menangis, jika aku kalah." Semua hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk-tangan yang memenuhi ruangan.

***********************************************************
Renungan :

Anak-anak tampaknya lebih punya kebijaksanaan dibanding kita semua. Mark, tidaklah bermohon pada Tuhan untuk menang dalam setiap ujian. Mark, tak memohon Tuhan untuk meluluskan dan mengatur setiap hasil yang ingin diraihnya. Anak itu juga tak meminta Tuhan mengabulkan semua harapannya. Ia tak berdoa untuk menang, dan menyakiti yang lainnya. Namun, Mark, bermohon pada Tuhan, agar diberikan kekuatan saat menghadapi itu semua. Ia berdoa, agar diberikan kemuliaan, dan mau menyadari kekurangan dengan rasa bangga.

Mungkin, telah banyak waktu yang kita lakukan utuk berdoa pada Tuhan untuk mengabulkan setiap permintaan kita. Terlalu sering juga kita meminta Tuhan untuk menjadikan kita nomor satu, menjadi yang terbaik, menjadi pemenang dalam setiap ujian. Terlalu sering kita berdoa pada Tuhan, untuk menghalau setiap halangan dan cobaan yang ada di depan mata. Padahal, bukankah yang kita butuh adalah bimbingan-Nya, tuntunan-Nya, dan panduan-Nya?

Kita, sering terlalu lemah untuk percaya bahwa kita kuat. Kita sering lupa, dan kita sering merasa cengeng dengan kehidupan ini. Tak adakah semangat perjuangan yang mau kita lalui? Saya yakin, Tuhan memberikan kita ujian yang berat, bukan untuk membuat kita lemah, cengeng dan mudah menyerah. Sesungguhnya, Tuhan sedang menguji setiap hamba-Nya yang shaleh. (adapted from irfan-seeds)

Thursday, April 2, 2009

Mawar Untuk Ibu

Seorang pria berhenti di toko bunga untuk memesan seikat karangan bunga yang akan dipaketkan pada sang ibu yang tinggal sejauh 250 km darinya. Begitu keluar dari mobilnya, ia melihat seorang gadis kecil berdiri di trotoar jalan sambil menangis tersedu-sedu. Pria itu menanyainya kenapa dan dijawab oleh gadis kecil, "Saya ingin membeli setangkai bunga mawar merah untuk ibu saya. Tapi saya cuma punya uang lima ratus saja, sedangkan harga mawar itu seribu."

Pria itu tersenyum dan berkata, "Ayo ikut, aku akan membelikanmu bunga yang kau mau." Kemudian ia membelikan gadis kecil itu setangkai mawar merah, sekaligus memesankan karangan bunga untuk dikirimkan ke ibunya.

Ketika selesai dan hendak pulang, ia menawarkan diri untuk mengantar gadis kecil itu pulang ke rumah. Gadis kecil itu melonjak gembira, katanya, "Ya tentu saja. Maukah anda mengantarkan ke tempat ibu saya?"

Kemudian mereka berdua menuju ke tempat yang ditunjukkan gadis kecil itu, yaitu pemakaman umum, dimana lalu gadis kecil itu meletakkan bunganya pada sebuah kuburan yang masih basah.

Melihat hal ini, hati pria itu menjadi trenyuh dan teringat sesuatu. Bergegas, ia kembali menuju ke toko bunga tadi dan membatalkan kirimannya. Ia mengambil karangan bunga yang dipesannya dan mengendarai sendiri kendaraannya sejauh 250 km menuju rumah ibunya.

Sunday, March 29, 2009

Masalah adalah Tantangan

Bila anda menganggap masalah sebagai beban, anda mungkin akan menghindarinya. Bila anda menganggap masalah sebagai tantangan, anda mungkin akan menghadapinya. Namun, masalah adalah hadiah yang dapat anda terima dengan suka cita. Dengan pandangan tajam, anda melihat keberhasilan di balik setiap masalah

Masalah adalah anak tangga menuju kekuatan yang lebih tinggi. Maka, hadapi dan ubahlah menjadi kekuatan untuk sukses anda. Tanpa masalah, anda tak layak memasuki jalur keberhasilan. Bahkan hidup ini pun masalah, karena itu terimalah sebagai hadiah.

Hadiah terbesar yang dapat diberikan oleh induk elang pada anak-anaknya bukanlah serpihan-serpihan makanan pagi. Bukan pula, eraman hangat di malam-malam yang dingin. Namun, ketika mereka melempar anak-anak itu dari tebing yang tinggi. Detik pertama anak-anak elang itu menganggap induk mereka sungguh keterlaluan, menjerit ketakutan, matilah aku. Sesaat kemudian, bukan kematian yang mereka terima, namun kesejatian diri sebagai elang, yaitu terbang. Bila anda tak berani mengatasi masalah, anda tak kan menjadi seseorang yang sejati.

Sunday, February 22, 2009

Inspiring stories 2

Seorang Maharaja akan berkeliling negeri untuk melihat keadaan rakyatnya. Ia memutuskan untuk berjalan kaki saja. Baru beberapa meter berjalan di luar istana kakinya terluka karena terantuk batu. Ia berpikir, "Ternyata jalan-jalan di negeriku ini jelek sekali. Aku harus memperbaikinya."

Maharaja lalu memanggil seluruh menteri istana. Ia memerintahkan untuk melapisi seluruh jalan-jalan di negerinya dengan kulit sapi yang terbaik. Segera saja para menteri istana melakukan persiapan-persiapan. Mereka mengumpulkan sapi-sapi dari seluruh negeri.

Di tengah-tengah kesibukan yang luar biasa itu, datanglah seorang pertapa menghadap Maharaja. Ia berkata pada Maharaja, "Wahai Paduka, mengapa Paduka hendak membuat sekian banyak kulit sapi untuk melapisi jalan-jalan di negeri ini, padahal sesungguhnya yang Paduka perlukan hanyalah dua potong kulit sapi untuk melapisi telapak kaki Paduka saja."

Konon sejak itulah dunia menemukan kulit pelapis telapak kaki yang kita sebut "Sandal".

Renungan:

Ada pelajaran yang berharga dari cerita itu. Untuk membuat dunia menjadi tempat yang nyaman untuk hidup, kadangkala, kita harus mengubah cara pandang kita, hati kita, dan diri kita sendiri, dan bukan dengan jalan mengubah dunia itu.

Karena kita seringkali keliru dalam menafsirkan dunia. Dunia, dalam pikiran kita, kadang hanyalah suatu bentuk personal. Dunia, kita artikan sebagai milik kita sendiri, yang pemainnya adalah kita sendiri. Tak ada orang lain yangterlibat disana, sebab, seringkali dalam pandangan kita, dunia, adalah bayangan diri kita sendiri.

Ya, memang, jalan kehidupan yang kita tempuh masih terjal dan berbatu. Manakah yang kita pilih, melapisi setiap jalan itu dengan permadani berbulu agar kita tak pernah merasakan sakit, atau, melapisi hati kita dengan kulit pelapis, agar kita dapat bertahan melalui jalan-jalan itu?

Monday, February 16, 2009

Renungan Hidup

Aku sering berfikir…untuk apa aku hidup?Mulai dari sebuah sekolah yang menanamkan disiplin dan kehidupan bermasyarakat.Begitu banyak masa kecil yang tersita untuk belajar….Akhirnya mendapat gelar ….Aku menambah antrian pencari kerja

Lowongan… lowongan…lowongan….

YAP! Ini dia...Setelah beragam tes, masuk dalam daftar karyawan Merintis karir dan profesionalisme Tenggelam dalam tumpukan kerja Mabuk, gila kerja, stresssss….Tapi karirku menanjak dan aku menuai banyak UANG! Waktu berlalu ... Ada target baru di sana...Bertemu belahan jiwa Arungi bahtera menuju mawaddah wa rahmah Mendapat amanah ...Ini dia, generasi penerus yang diidamkan

Allaahu Akbar… kapan

bisa tidur? (Jam dua belas malam niih…)

Mendaki tangga hidup bermasyarakat Memanfaatkan waktu sebaik mungkin...

Dan aku benar- benar menjadi KAYA RAYA….. Akulah BINTANG; dimanapun aku berada Tapi rasanya waktu terlalu singkat...… untuk memenangkan arena secara sempurna UGH! Mereka mengatakan aku tidak berarti...Rasanya hampir gila

…hancur…. Tulalit…tulalit…

tak seorangpun menemaniku Aku sudah menjadi sampah. Waktu berjalan begitu lambat...

Gelap… semua Berkabut Seperti mengejar ketololan Semua menjadi musuh... Semua

Menyingkir Tinggal menunggu waktu Ketika saat yang dijanjikan itu tiba Dari semua renungan ini, aku mendapat IDE... Aku akan hidup dengan enjoy Aku mencintai semua orang Banyak mendengar dengan tulus Memanfaatkan waktu sebaik mungkin dalam persahabatan Mungkin juga banyak bertualang TIDAK… tentu saja aku tidak boleh terlena

dengan musik jahiliyah Rekreasi... Masak yang paling enak... Berteman dengan penuh kehangatan. Menambah porsi kasih saying Berkirim dan menerima surat Selalu mencari

win-win solution Sebenarnya aku agak gamang, tapi aku yakin aku bisa “Katakan apa saja, aku akan tetap mencintai anda semua Aku akan membersihkan dunia dari hasad dan najis-najis batin Menjadikan semua orang saling berbagi Waktu tak akan mampu menghentikanku...Bahkan sekalipun aku telah pergi...Ya Rabbi… dengan jiwa yang penuh noda kami kembali, hanya ampunan dan rahmat-Mu yang dapat menyelamatkan kami….

Amin!

Friday, January 9, 2009

Kesempatan Terbaik

Kesempatan adalah waktu; karena ia hanya datang sekali.
Kesempatan adalah peluang; karena anda dapat mengambil atau mengabaikannya. Kesempatan adalah keluasan; karena ia membuka jalan-jalan baru di masa depan. Di hadapan anda berjajar pintu-pintu kesempatan tak terhingga yang terbuka lebar. Anda hanya bisa memilih satu dan tak ada jalan kembali. Karenanya, putuskanlah yang terbaik bagi anda. Nasib tidak memihak pada siapa-siapa; melainkan pada keputusan anda.

Kata pepatah; matahari pagi takkan terbit dua kali untuk membangunkan orang yang tertidur nyenyak. Kesempatan pun takkan mengetuk dua kali agar anda mau membukakan pintu keputusan anda. Bila, toh ia datang lagi, ia menampakkan wajah yang berbeda. Dan, kesempatan terbaik yang anda miliki adalah hidup yang hanya sekali ini. Pergunakanlah bukan hanya sebaik-baiknya; namun yang terbaik-baiknya.